Alunan
musik religi senantiasa menemani sunyi ini, lantunan ayat suci Al Qur’an
adalah obat penawar bagi hati yang terluka ini yang ingin sekali merasakan keni’matan
kasih sayangMu Tuhanku..ingin rasanya segera bertemu dengan Engkau ya Allah..
Hal
itulah yang kerap kali saya fikirkan ketika berbenturan dengan kerasnya hidup
ini. Sebuah kehidupan yang sangat memberikan kekuatan untuk tetap bertahan
menghadapi hari esok.
Itulah
Karim, seorang pemuda ambisius yang selalu berimajinasi kelak bisa bermanfaat
bagi masyarakat. Cukup simple sih cita-cita saya, tapi terkadang ditertawakan
oleh sahabat saya Aczha dan Alisa.
Kehidupan
itu bagi saya, adalah suatu hal yang unik, sesuatu yang mengajarkan saya untuk
bisa berkreasi di tengah keterbatasan. Saya hidup dengan hanya berpatokan motto
hidup saya “Hidup Mulia, Wafat Terhormat,
Akhirat di Surga menanti” yang saya jadikan sebagai acuan dalam semangat
setiap hari.
Arti
dari kehidupan pertama kali saya dapat ketika semasa di bangku kuliah di salah
satu Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer di Makassar, semasa
kuliah saya banyak belajar makna kehidupan dari berbagai karakter teman-teman mahasiswa, tak heran bila
teman-teman banyak yang menganggap saya pria misterius, yang kerjaannya tiap
hari nggak boros berbicara (pendiam), mata menerawang (bagaikan paranormal),
pakaian serba hitam (ala magician), cuek banget (emang jutek), dan keren karena
pintar dalam segala hal (kalau ini sih gue banget).
Setiap
hari kehidupan Karim di kampus normal seperti mahasiswa pada umumnya, tetapi
hanya sahabatnya Aczha yang tahu betul akan kerasnya kehidupan Karim yang
sesungguhnya. Sahabatnya itu adalah detektif suruhan dari gadis yang bernama
Alisa, teman sekelas Karim yang penasaran akan kehidupan Karim. Alisa adalah
seorang mahasiswi yang lahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, mempunyai
segala fasilitas yang dikehendakinya. Tetapi dia sempat takluk akan sosok
pemuda yang dia jumpai saat orientasi kampus, seorang pemuda yang telah mampu
menampar hatinya dan menyadarkan jiwanya bahwa harta bukanlah segala-galanya, “karena
semua ini adalah milik Allah” kata-kata itu senantiasa terngiang ketika dia
berjumpa sosok pemuda itu. Walhasil dia sangat penasaran akan latar belakang
dari pemuda tersebut yaitu Karim.
Suatu
hari di penghujung hari-hari akhir masa kuliah, Aczha sepulang dari kuliah
setelah merampungkan berkas skripsinya,
karena keesokannya sudah proses “sakral” wisuda. Aczha mulai mengikuti jejak
langkah dari Karim, dia mulai menjalankan misinya sebagai detektif. Hal pertama
yang dia jumpai sudah pasti membuat dia berfikir beberapa kali untuk
melanjutkan pengintaiannya, kenapa tidak, ketika dia mengikutinya dengan
menggunakan motor, tiba-tiba saja Karim berbelok ke arah yang lain dan memarkir
motornya disebuah rumah dan berjalan keluar berdiri sejenak di pinggir jalan.
Hati Aczha sempat berdebar-debar, “Jangan-jangan dia tau, kalau saya lagi
ngikutin dia…” pikir Aczha dalam hati, setelah beberapa lama menunggu datanglah
mobil angkutan sampah menghampirinya dan dengan bergegas Karim naik. Aczha pun
beraksi dengan mengikutinya dari belakang sembari berfikir keheranan, “Apa
nggak salah dia numpang di mobil itu…”,pikir Aczha dengan muka yang heran, karena setelah beberapa semester dia bersama
Karim, dia mulai beranggapan motor yang dipakai Karim selama ini ternyata bukan
motornya.
Sang
detektif dadakanpun si Aczha kembali beraksi mengikuti alur mobil tersebut yang
mengarahkan langkahnya menuju tempat pembuangan sampah di wilayah Tamangapa.
Sejenak dia perhatikan Karim diturunkan di pintu gerbang tempat pembuangan
sampah, kemudian pamit dengan sopir tersebut dengan berangkulan mesra layaknya
seorang anak dan ayah..”Hmm..ada yang aneh nih…”. Pikir Aczha.
Penyelidikan
pun berlanjut, dia mengikuti langkah demi langkah arah angin yang membawa Karim
berjalan diantara gunung-gunung sampah, dari jarak kejauhan Aczha terus
mengintai dan bertambah penasaran, “Apa sih yang dilakukan seorang pemuda,
mahasiswa lagi main di tempat jorok, bau, dan amis kayak gini,,,huufftt
seandainya bukan karena Alisa nih,,gue ogah banget nginjak tempat jijik
ini,,rasanya kepengen muntah..”.Celoteh Aczha sambil mengikuti Karim dari
belakang..karena nggak tahan akan baunya sampah walhasil Aczha nyerah dan
kembali menunggu didepan gerbang saja. Setelah senja dia melihat Karim sudah
keluar dari tempat pembuangan sampah dan berjalan sejauh kurang lebih 5
Kilometer hingga rumahnya, “Mau nawarin tumpangan juga nanti dia curiga saya
lagi awasin dia, karena seumur-umur saya kuliah dengan dia belum ada satupun
mahasiswa yng pernah berkunjung kerumahnya,,hmm ni orang lagi olahraga atau apa
yaa? Padahal pete-pete (Angkot) banyak loh yang lewat..”..pikirnya dalam hati..
Setelah
mengikutinya, sampailah dia di sebuah rumah yang amatlah sederhana. Ketika
langkah kakinya mengetuk lantai-lantai pekarangan rumahnya maka berhamburanlah
3 anak kecil lari merangkulnya, sembari berteriak.”Kakak bawa apa hari ini?..”
kata anak kecil tersebut dengan wajah yang ceria. Sejenak Karim merangkul
mereka bertiga dengan sangat erat sambil membisikkan sesuatu yang membuat adik
kecil itu menangis dan meninggalkan kakaknya yang terduduk di lantai dengan
muka yang lelah dan menatap senja. Ingin sekali rasanya Aczha bergerak menuju
rumah tersebut, tapi apalah daya tugasnya hanya sekedar mengetahui latar
belakang dari kehidupan Karim.
“Allahu
Akbar..Allahu Akbar…” Adzan magribpun berkumandang,,”Hmm..sekalian saya sholat
magrib ajalah dulu di masjid dekat rumahnya, adapun kalau ketemu toh bilang
aja, lagi singgah sholat, simple kan..” pikir Aczha..
Sholat
Magribpun selesai, saya tidak melihat sosok Karim di barisan jamaah yang sedang
sholat. “Wah kemana dia..kok nggak ada sholat…ya sudah saya balik aja deh,
capek juga jadi detektif seharian..besok juga mau wisuda, jadi kudu harus
tampil keren..”pikir Aczha.
*Keesokan
Harinya…
Proses
Acara wisuda pun dimulai di Aula Kampus, para orang tua dari mahasiswa mulai
berdatangan dari jauh ingin melihat anaknya diwisuda, yang menandakan suatu
kebanggan bagi mereka. Hari itu Alisa sengaja datang lebih awal karena orang
tuanya nyusul karena masih di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng yang baru mau
berangkat ke Makassar dan langsung menuju kampus. Sementara Alisa sedang
menunggu hasil ‘pantauan’ dari detektifnya si Aczha.
Tak
lama kemudian datanglah Aczha bersama keluarganya, sembari orang tua mengantri
mengisi buku tamu dan dipersilahkan masuk di kursi tamu, Alisa dan Aczha sedang
membahas hasil penyelidikannya. Begitu kagetnya Alisa ketika diceritakan latar
belakang Karim tersebut dan bertambah pula rasa penasarannya terhadap sosok
misteriusnya itu. Jam menunjukkan 07:45. Semua mahasiswa sudah disuruh berbaris
sesuai jurusannya masing-masing berdasarkan nomor urutnya,,”Tapi aneh, Karim
kok belum muncul ya ?”.Pikir Alisa.
Jam
08:00 acarapun dimulai para wisudawan/wisudawati sudah berbaris masuk ke aula
diringi musik khas Makassar “Ganrang Bulo” sembari orang tua, dosen, dan
jajaran senat berdiri memberikan penghormatan. Para mahasiswapun merasa bangga,
kecuali Alisa dan Aczha yang masih berfikir, “dimanakah Karim sekarang? Dimana dia
dalam acara sakral ini ? apa dia nggak mau tamat apa ?”. Pikir mereka berdua.
Acarapun
dibuka secara resmi, mulai dari pembukaan hingga sambutan rektor semua hadirin
sangat hikmat mendengarkannya, kecuali Alisa dan Aczha yang sesekali menengok
ke kursi 21 yang tak lain adalah kursi milik Karim. “Handphonenya udah 2 hari
ini nggak aktif”..kata Aczha berbisik kepada Alisa.
Tibalah
pada Acara Penganugerahan Piagam kepada Mahasiswa Terbaik, “Congratulation!”…sungguh
Petir menyambar dan gempa bumi rasanya perasaan Alisa dan Aczha ketika nama
yang tertera diatas adalah nama Abdul Karim S.Kom Mahasiswa Terbaik dengan IP
4,0. (CumLaude) semua hadirin berdiri dan terdiam, terpaku menatap foto Karim
sambil menangis..”Nah loh apa yang terjadi ?? seharusnya mereka semua bertepuk
tangan, tapi kok malah bersedih ya ?”..Pikir Alisa…”Apa mungkin karena dia
tidak hadir ya?” bisik Aczha kepada Alisa.
Acara
proses wisudapun selesai, menyimpan berbagai misteri, tapi suasana larut begitu
saja, para mahasiswa telah berfoto-foto penuh kebahagiaan dengan ijazah dan
baju toga mereka, bercanda satu sama lain, dan sudah pasti ditebak berbanding
terbalik dengan perasaan Alisa dan Aczha yang campur aduk memikirkan sahabatnya
berada dimana…
Walhasil
Aczha ingin melanjutkan niatnya dengan kembali mengajak Alisa untuk menelusuri
Karim saja kerumahnya, setelah berpamitan dengan kedua orang tua masing-masing.
Maka Aczha dan Alisa pun mulai menelusuri dari tempat peminjaman motor Karim,
sesampai di sana dia diterima oleh seorang kakek yang lumpuh dan tunanetra
terbaring di terasnya
Aczha : Assalamualaykum
Kakek : Wa’alaykumussalam, ada yang bisa saya bantu
nak
Alisa : ini kek, mau nanya kakek kenal dengan mahasiswa
yang bernama Karim.
Kakek : Karim siapa ?
(Alisa
nengok ke Aczha dengan muka heran sambil meyakinkan Aczha..)
Alisa : Kamu nggak salah liat kan Aczha??
(Aczha
mencoba meyakinkan si kakek)
Aczha : itu loh kek, yang kemarin saya lihat dia
masuk kemari menitip motor lalu pergi lagi.
Kakek : oo..anakku Aczha, dimana dia sekarang ?
sudah dua hari ini saya tidak bertemu dia lagi..dimana dia ? bagaimana kabarnya
?
Aczha : tunggu dulu kek, kakek ayahnya ? kenapa dia
menyebut namanya Aczha ??? padahal itu bukan nama dia !!
(Aczha
mulai penasaran tingkat dewa..)
Alisa : Apa betul itu kek ??
Kakek : Aczha itu bukan anak kandungku, dia sudah
menolong kakek 4 tahun yang lalu dari sebuah kecelakaan yang membuat kakek
lumpuh dan tidak melihat lagi, dia mendampingi kakek tiap hari dirumah sakit
dan membiayai biaya kesembuhan kakek, kakek yakin dia pasti anak orang kaya karena
mampu membayar biaya pengobatan kakek, jadi kakek sudah anggap dia sebagai anak
kakek, tiap hari dia datang menengok kakek memberi kakek semangat hidup,
membuatkan makanan dan menyuapi kakek semenjak kecelakaan yang menewaskan
seluruh keluarga kakek. Hanya motor kakek dan dia yang jadi keluarga kakek
sekarang. Dan ketika kakek menanyakan namanya, maka dia hanya bilang do’akan
Aczha aja kek ya, semoga jadi anak berbakti kepada kedua orang tua. Makanya
saya memanggilnya Aczha.
(Aczha
sedikit marah dan jengkel juga karena namanya dicatut sahabatnya itu, ingin cepat
rasanya bertemu sahabatnya itu dan mengklarifikasinya)
Aczha : maaf ya kek, saya ini sebenarnya Acz…
(mulut
Aczha ditahan oleh tangan Alisa)
Alisa : oh iyya kek kalau gitu kami mau lanjut
dulu ya, mau kerumahnya sahabat kami, Karim.
Kakek : sampaikan salam kakek kepada Karim, bilangin
kakek kangen mau ketemu sama dia karena sudah kakek anggap anak..
Alisa : Insya Allah kek, disampaikan.
Aczha : kenapa sih kamu tahan mulut saya, padahal
saya kan Cuma mau cerita jujur…
Alisa : husstt,,,!! Diam ajah kamu ,,apa kamu
nggak penasaran apa dengan cerita kakek tadi tentang Karim?
Aczha : iya juga sih, ya udah kalau gitu kita lanjut
deh ke tempat pembuangan sampah kemarin.
Makin
penasarannlah mereka berdua…
*Tiba
di Tempat Pembuangan Sampah
Aczha
mulai menelusuri jejak Karim bersama Alisa, kali ini dia membawa senjata berupa
masker agar udara tidak terlalu menyengat dan membuat mereka pingsan. Walhasil tibalah
dia diantara gunung-gunung sampah, dan bertanya kepada salah seorang pemulung. “Daeng
kita kenal karim ? anak muda yang sering masuk ke tempat sini setiap sore”.
Tanya Alisa..”oo..Daeng. Siama mungkin kita maksud dek…”..jawab si pemulung…karena
mulai tidak tahan dengan baunya sampah yang menyengat. Maka si Aczha nyerocos
aja “Iyye,,itumi mungkin Daeng,,kemarin saya liatki masuk disini”. Si pemulung
pun menunjuk ke arah pohon pisang dibelakang gunung sampah. “kalau Daeng Siama dia
biasa kalau kesini, sering kesana dek”. Tanpa pikir panjang mereka pun ke
tempat tersebut. Sampai di sana berdirilah bulu kuduk mereka, ketika melihat 2
buah batu nisan. Tapi apalah boleh buat rasa takut mereka mampu dikalahkan oleh
rasa penasaran terhadap apa yang biasa dilakukan Karim disini.
Sekilas
terlihat 2 buah makam yang sederhana, sangat terawat, dan sungguh anehnya aroma
sampah yang jaraknya hanya beberapa meter dari kami tidak tercium lagi dan
tergantikan oleh aroma bunga melati yang harum sekali. Perhatian kami tiba-tiba
terfokus pada secarik kertas yang terletak di tengah makam tersebut.
Alisa
dan Aczhapun membacanya :
Bundaku & Ayahandaku
Sungguh Anugerah
terindah melihat engkau hadir ditengah-tengah kami
Melindungi,
menyayangi, dan berbagai canda tawa
Sosokmu kini
kami rindukan
Tak lama lagi
anakmu ini akan diwisuda
Sungguh sebuah
momen yang membanggakan orang tua
Ingin rasanya
membanggakan kalian,
Ketika namaku
disebut kalian berdiri dan menerima sujudku di kaki kalian berdua
Sebagai bukti
terima kasihku akan jasa kalian.
Tapi itu
hanyalah khayalan anakmu yang fana ini.
Kepergian kalian
adalah sebuah pembelajaran bagi saya untuk lebih berbakti
Menyayangi adik-adikku
dan mengayomi sebagai orang tua mereka.
Wahai bunda dan
ayahandaku, ingin rasanya bertemu kalian, kangen rasanya belaian kalian
Kasih sayang kalian.
Maka izinkanlah
anakmu ini berbaring ditengah pelukan makan bunda dan ayah.
Dari anakmu
Karim.
Tak
terasa meneteslah air mata Alisa dan Aczha membaca tulisan tersebut, tak
berfikir lama mereka kemudian mendo’akan makan Ibu dan ayah Karim yang selama
ini tidak pernah mereka ketahui kalau beliau telah wafat. Tak lama kemudian
bergegaslah mereka berdua menuju rumah Karim sesuai petunjuk Aczha.
Sesampai
disana. Mereka bertemu dengan 3 anak kecil yang masih berusia 5 tahun, 7 tahun,
dan 9 tahun sedang duduk di teras mereka. Maka Aczha pun bertanya “Ada Karim
dek ?”..adik yang tua berbicara “belum pulang kak dari dua hari yang lalu,
kakak tau dia kemana ?” Tanyanya dengan polos.
Tak
lama kemudian keluarlah tantenya dengan menangis sejadin-jadinya, sambil
memeluk Alisa…
Alisa : Kenapaki tante ?
Tante : Karim dek,,,karim,,, (sambil menangis
terisak-isak)
Aczha : oh iiyye,,dimanaki karim tante ? sudah 2
hari ini saya tidak lihat, dan tadipun acara wisudanya dia tidak hadir…padahal
dia Mahasiswa Terbaik..
Tante : dia sudah wafat 2 hari yang lalu dek
(menangis sejadi-jadinya)
(Alisa
tersungkur dan terjatuh, Aczha pun tak tahan dan mulai meneteskan air mata)..
Alisa : Innalillahi wa innailahi Radjiun.
(berusaha mengucapkan dengan hati yang amat sakit)
Aczha : kenapa tidak ada beritanya ke kami, kenapa
kami tidak diberitahu ? kenapa kami tidak ditanya ? (Aczha mulai emosi tidak
menerima kenyataan bahwa sahabatnya telah tiada)
Tante : dia ingin merahasiakan kematiannya, karena
menitip pesan ke tante
1. Kematian
itu yang tahu hanya Allah SWT, jangan beritahu kepada siapapun jika kelak Allah
ingin bertemu saya.
2. Dunia
ini hanya sementara, Akhiratlah yang kekal.
3. Aku
kangen sama bunda dan ayah
4. jaga adik-adiku yang masih kecil, Insya Allah kakaknya akan berjumpa mereka
kelak di surga
Tetapi
adik-adiknya masih kecil dan tidak tahu apa-apa , maka mereka sudah dua hari
ini terus menunggui kedatangan kakaknya yang setiap sore membelikan mereka
bungkusan nasi lalu mereka santap 1 bungkus itu dengan lahap dengan Karim dan
adik-adiknya. Yah itulah kebiasaan Karim tiap hari setelah merawat Pak Sapa,
orang tua yang sudah dia anggap kakeknya, kemudian dia pergi mengajar di gubuk
panti para anak pemulung memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, dia
terkadang diberi upah oleh para pemulung sebagai ucapan terima kasih karena
telah mengajar anaknya, walaupun Karim sangat tidak mau mengambilnya tapi para
orang tua itu memaksa, walhasil dari uang itulah kurang lebih 4 tahun sejak
sepeninggal orang tuanya dia tabung untuk biaya pengobatan Pak Sapa, biaya kuliah
dan kehidupan sehari-harinya, Lillahi Ta’ala tujuan Karim itu hanya ingin agar
generasi para pemulung mereka kelak bisa sukses, setelah itu lalu berziarah di
makam orang tuanya dan pulang kerumah makan bersama adik-adiknya yang
senantiasa menunggu di teras rumah.
Tertusuk
hatinya Aczha dan Alisa melihat sahabatnya yang misterius telah tiada dan sangat
menginspirasi itu, dan terlebih bagi Aczha yang telah di do’akan oleh kakek
yang lumpuh dan tunanetra itu karena namanya telah dipakai berbuat dalam
kebaikan oleh sahabatnya Karim.
Setelah
mampu mengendalikan tangis dan haru Alisa dan Aczha pun bergegas menanyakan, di
mana karim di makamkan. Maka tantenya menjawab “Karim menitip pesan, ketika
kalian terbangun sayangilah orang tua kalian, buat mereka bangga, jangan sakiti
dia, karena sesungguhnya kasih sayang Allah adalah kasih sayang orang Tua”.
Seketika
itupun saya terbangun dari tidur saya dan menangis sejadi-jadinya minta maaf
kepada Allah, dan segera mencari orang tua saya dan memeluk minta maaf kepada
mereka. Yaa Allah yaa Rabb ternyata hanya MIMPI…saya pun segera memeluk kedua
orang tua saya. Dan merekapun bangga dengan menatap saya dan mengatakan “Alhamdulillah
akhirnya hari ini anakku diwisuda juga”…^_^