Senin, 22 September 2014

HIDUPKU GURUKU SURGAKU


Alunan musik religi senantiasa menemani sunyi ini, lantunan ayat suci Al Qur’an adalah obat penawar bagi hati yang terluka ini yang ingin sekali merasakan keni’matan kasih sayangMu Tuhanku..ingin rasanya segera bertemu dengan Engkau ya Allah..

Hal itulah yang kerap kali saya fikirkan ketika berbenturan dengan kerasnya hidup ini. Sebuah kehidupan yang sangat memberikan kekuatan untuk tetap bertahan menghadapi hari esok.

Itulah Karim, seorang pemuda ambisius yang selalu berimajinasi kelak bisa bermanfaat bagi masyarakat. Cukup simple sih cita-cita saya, tapi terkadang ditertawakan oleh sahabat saya Aczha dan Alisa.
Kehidupan itu bagi saya, adalah suatu hal yang unik, sesuatu yang mengajarkan saya untuk bisa berkreasi di tengah keterbatasan. Saya hidup dengan hanya berpatokan motto hidup saya “Hidup Mulia, Wafat Terhormat, Akhirat di Surga menanti” yang saya jadikan sebagai acuan dalam semangat setiap hari.

Arti dari kehidupan pertama kali saya dapat ketika semasa di bangku kuliah di salah satu Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer di Makassar, semasa kuliah saya banyak belajar makna kehidupan dari berbagai karakter  teman-teman mahasiswa, tak heran bila teman-teman banyak yang menganggap saya pria misterius, yang kerjaannya tiap hari nggak boros berbicara (pendiam), mata menerawang (bagaikan paranormal), pakaian serba hitam (ala magician), cuek banget (emang jutek), dan keren karena pintar dalam segala hal (kalau ini sih gue banget).

Setiap hari kehidupan Karim di kampus normal seperti mahasiswa pada umumnya, tetapi hanya sahabatnya Aczha yang tahu betul akan kerasnya kehidupan Karim yang sesungguhnya. Sahabatnya itu adalah detektif suruhan dari gadis yang bernama Alisa, teman sekelas Karim yang penasaran akan kehidupan Karim. Alisa adalah seorang mahasiswi yang lahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, mempunyai segala fasilitas yang dikehendakinya. Tetapi dia sempat takluk akan sosok pemuda yang dia jumpai saat orientasi kampus, seorang pemuda yang telah mampu menampar hatinya dan menyadarkan jiwanya bahwa harta bukanlah segala-galanya, “karena semua ini adalah milik Allah” kata-kata itu senantiasa terngiang ketika dia berjumpa sosok pemuda itu. Walhasil dia sangat penasaran akan latar belakang dari pemuda tersebut yaitu Karim.

Suatu hari di penghujung hari-hari akhir masa kuliah, Aczha sepulang dari kuliah setelah  merampungkan berkas skripsinya, karena keesokannya sudah proses “sakral” wisuda. Aczha mulai mengikuti jejak langkah dari Karim, dia mulai menjalankan misinya sebagai detektif. Hal pertama yang dia jumpai sudah pasti membuat dia berfikir beberapa kali untuk melanjutkan pengintaiannya, kenapa tidak, ketika dia mengikutinya dengan menggunakan motor, tiba-tiba saja Karim berbelok ke arah yang lain dan memarkir motornya disebuah rumah dan berjalan keluar berdiri sejenak di pinggir jalan. Hati Aczha sempat berdebar-debar, “Jangan-jangan dia tau, kalau saya lagi ngikutin dia…” pikir Aczha dalam hati, setelah beberapa lama menunggu datanglah mobil angkutan sampah menghampirinya dan dengan bergegas Karim naik. Aczha pun beraksi dengan mengikutinya dari belakang sembari berfikir keheranan, “Apa nggak salah dia numpang di mobil itu…”,pikir Aczha dengan muka yang heran,  karena setelah beberapa semester dia bersama Karim, dia mulai beranggapan motor yang dipakai Karim selama ini ternyata bukan motornya.

Sang detektif dadakanpun si Aczha kembali beraksi mengikuti alur mobil tersebut yang mengarahkan langkahnya menuju tempat pembuangan sampah di wilayah Tamangapa. Sejenak dia perhatikan Karim diturunkan di pintu gerbang tempat pembuangan sampah, kemudian pamit dengan sopir tersebut dengan berangkulan mesra layaknya seorang anak dan ayah..”Hmm..ada yang aneh nih…”. Pikir Aczha.

Penyelidikan pun berlanjut, dia mengikuti langkah demi langkah arah angin yang membawa Karim berjalan diantara gunung-gunung sampah, dari jarak kejauhan Aczha terus mengintai dan bertambah penasaran, “Apa sih yang dilakukan seorang pemuda, mahasiswa lagi main di tempat jorok, bau, dan amis kayak gini,,,huufftt seandainya bukan karena Alisa nih,,gue ogah banget nginjak tempat jijik ini,,rasanya kepengen muntah..”.Celoteh Aczha sambil mengikuti Karim dari belakang..karena nggak tahan akan baunya sampah walhasil Aczha nyerah dan kembali menunggu didepan gerbang saja. Setelah senja dia melihat Karim sudah keluar dari tempat pembuangan sampah dan berjalan sejauh kurang lebih 5 Kilometer hingga rumahnya, “Mau nawarin tumpangan juga nanti dia curiga saya lagi awasin dia, karena seumur-umur saya kuliah dengan dia belum ada satupun mahasiswa yng pernah berkunjung kerumahnya,,hmm ni orang lagi olahraga atau apa yaa? Padahal pete-pete (Angkot) banyak loh yang lewat..”..pikirnya dalam hati..

Setelah mengikutinya, sampailah dia di sebuah rumah yang amatlah sederhana. Ketika langkah kakinya mengetuk lantai-lantai pekarangan rumahnya maka berhamburanlah 3 anak kecil lari merangkulnya, sembari berteriak.”Kakak bawa apa hari ini?..” kata anak kecil tersebut dengan wajah yang ceria. Sejenak Karim merangkul mereka bertiga dengan sangat erat sambil membisikkan sesuatu yang membuat adik kecil itu menangis dan meninggalkan kakaknya yang terduduk di lantai dengan muka yang lelah dan menatap senja. Ingin sekali rasanya Aczha bergerak menuju rumah tersebut, tapi apalah daya tugasnya hanya sekedar mengetahui latar belakang dari kehidupan Karim.

“Allahu Akbar..Allahu Akbar…” Adzan magribpun berkumandang,,”Hmm..sekalian saya sholat magrib ajalah dulu di masjid dekat rumahnya, adapun kalau ketemu toh bilang aja, lagi singgah sholat, simple kan..” pikir Aczha..

Sholat Magribpun selesai, saya tidak melihat sosok Karim di barisan jamaah yang sedang sholat. “Wah kemana dia..kok nggak ada sholat…ya sudah saya balik aja deh, capek juga jadi detektif seharian..besok juga mau wisuda, jadi kudu harus tampil keren..”pikir Aczha.

*Keesokan Harinya…
Proses Acara wisuda pun dimulai di Aula Kampus, para orang tua dari mahasiswa mulai berdatangan dari jauh ingin melihat anaknya diwisuda, yang menandakan suatu kebanggan bagi mereka. Hari itu Alisa sengaja datang lebih awal karena orang tuanya nyusul karena masih di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng yang baru mau berangkat ke Makassar dan langsung menuju kampus. Sementara Alisa sedang menunggu hasil ‘pantauan’ dari detektifnya si Aczha.

Tak lama kemudian datanglah Aczha bersama keluarganya, sembari orang tua mengantri mengisi buku tamu dan dipersilahkan masuk di kursi tamu, Alisa dan Aczha sedang membahas hasil penyelidikannya. Begitu kagetnya Alisa ketika diceritakan latar belakang Karim tersebut dan bertambah pula rasa penasarannya terhadap sosok misteriusnya itu. Jam menunjukkan 07:45. Semua mahasiswa sudah disuruh berbaris sesuai jurusannya masing-masing berdasarkan nomor urutnya,,”Tapi aneh, Karim kok belum muncul ya ?”.Pikir Alisa.

Jam 08:00 acarapun dimulai para wisudawan/wisudawati sudah berbaris masuk ke aula diringi musik khas Makassar “Ganrang Bulo” sembari orang tua, dosen, dan jajaran senat berdiri memberikan penghormatan. Para mahasiswapun merasa bangga, kecuali Alisa dan Aczha yang masih berfikir, “dimanakah Karim sekarang? Dimana dia dalam acara sakral ini ? apa dia nggak mau tamat apa ?”. Pikir mereka berdua.
Acarapun dibuka secara resmi, mulai dari pembukaan hingga sambutan rektor semua hadirin sangat hikmat mendengarkannya, kecuali Alisa dan Aczha yang sesekali menengok ke kursi 21 yang tak lain adalah kursi milik Karim. “Handphonenya udah 2 hari ini nggak aktif”..kata Aczha berbisik kepada Alisa.

Tibalah pada Acara Penganugerahan Piagam kepada Mahasiswa Terbaik, “Congratulation!”…sungguh Petir menyambar dan gempa bumi rasanya perasaan Alisa dan Aczha ketika nama yang tertera diatas adalah nama Abdul Karim S.Kom Mahasiswa Terbaik dengan IP 4,0. (CumLaude) semua hadirin berdiri dan terdiam, terpaku menatap foto Karim sambil menangis..”Nah loh apa yang terjadi ?? seharusnya mereka semua bertepuk tangan, tapi kok malah bersedih ya ?”..Pikir Alisa…”Apa mungkin karena dia tidak hadir ya?” bisik Aczha kepada Alisa.

Acara proses wisudapun selesai, menyimpan berbagai misteri, tapi suasana larut begitu saja, para mahasiswa telah berfoto-foto penuh kebahagiaan dengan ijazah dan baju toga mereka, bercanda satu sama lain, dan sudah pasti ditebak berbanding terbalik dengan perasaan Alisa dan Aczha yang campur aduk memikirkan sahabatnya berada dimana…

Walhasil Aczha ingin melanjutkan niatnya dengan kembali mengajak Alisa untuk menelusuri Karim saja kerumahnya, setelah berpamitan dengan kedua orang tua masing-masing. Maka Aczha dan Alisa pun mulai menelusuri dari tempat peminjaman motor Karim, sesampai di sana dia diterima oleh seorang kakek yang lumpuh dan tunanetra terbaring di terasnya
Aczha  : Assalamualaykum
Kakek  : Wa’alaykumussalam, ada yang bisa saya bantu nak
Alisa    : ini kek, mau nanya kakek kenal dengan mahasiswa yang bernama Karim.
Kakek  : Karim siapa ?
(Alisa nengok ke Aczha dengan muka heran sambil meyakinkan Aczha..)
Alisa    : Kamu nggak salah liat kan Aczha??
(Aczha mencoba meyakinkan si kakek)
Aczha  : itu loh kek, yang kemarin saya lihat dia masuk kemari menitip motor lalu pergi lagi.
Kakek  : oo..anakku Aczha, dimana dia sekarang ? sudah dua hari ini saya tidak bertemu dia lagi..dimana dia ? bagaimana kabarnya ?
Aczha  : tunggu dulu kek, kakek ayahnya ? kenapa dia menyebut namanya Aczha ??? padahal itu bukan nama dia !!
(Aczha mulai penasaran tingkat dewa..)
Alisa    : Apa betul itu kek ??
Kakek  : Aczha itu bukan anak kandungku, dia sudah menolong kakek 4 tahun yang lalu dari sebuah kecelakaan yang membuat kakek lumpuh dan tidak melihat lagi, dia mendampingi kakek tiap hari dirumah sakit dan membiayai biaya kesembuhan kakek, kakek yakin dia pasti anak orang kaya karena mampu membayar biaya pengobatan kakek, jadi kakek sudah anggap dia sebagai anak kakek, tiap hari dia datang menengok kakek memberi kakek semangat hidup, membuatkan makanan dan menyuapi kakek semenjak kecelakaan yang menewaskan seluruh keluarga kakek. Hanya motor kakek dan dia yang jadi keluarga kakek sekarang. Dan ketika kakek menanyakan namanya, maka dia hanya bilang do’akan Aczha aja kek ya, semoga jadi anak berbakti kepada kedua orang tua. Makanya saya memanggilnya Aczha.
(Aczha sedikit marah dan jengkel juga karena namanya dicatut sahabatnya itu, ingin cepat rasanya bertemu sahabatnya itu dan mengklarifikasinya)
Aczha  : maaf ya kek, saya ini sebenarnya Acz…
(mulut Aczha ditahan oleh tangan Alisa)
Alisa    : oh iyya kek kalau gitu kami mau lanjut dulu ya, mau kerumahnya sahabat kami, Karim.
Kakek  : sampaikan salam kakek kepada Karim, bilangin kakek kangen mau ketemu sama dia karena sudah kakek anggap anak..
Alisa    : Insya Allah kek, disampaikan.
Aczha  : kenapa sih kamu tahan mulut saya, padahal saya kan Cuma mau cerita jujur…
Alisa    : husstt,,,!! Diam ajah kamu ,,apa kamu nggak penasaran apa dengan cerita kakek tadi tentang Karim?
Aczha  : iya juga sih, ya udah kalau gitu kita lanjut deh ke tempat pembuangan sampah kemarin.
Makin penasarannlah mereka berdua…

*Tiba di Tempat Pembuangan Sampah
Aczha mulai menelusuri jejak Karim bersama Alisa, kali ini dia membawa senjata berupa masker agar udara tidak terlalu menyengat dan membuat mereka pingsan. Walhasil tibalah dia diantara gunung-gunung sampah, dan bertanya kepada salah seorang pemulung. “Daeng kita kenal karim ? anak muda yang sering masuk ke tempat sini setiap sore”. Tanya Alisa..”oo..Daeng. Siama mungkin kita maksud dek…”..jawab si pemulung…karena mulai tidak tahan dengan baunya sampah yang menyengat. Maka si Aczha nyerocos aja “Iyye,,itumi mungkin Daeng,,kemarin saya liatki masuk disini”. Si pemulung pun menunjuk ke arah pohon pisang dibelakang gunung sampah. “kalau Daeng Siama dia biasa kalau kesini, sering kesana dek”. Tanpa pikir panjang mereka pun ke tempat tersebut. Sampai di sana berdirilah bulu kuduk mereka, ketika melihat 2 buah batu nisan. Tapi apalah boleh buat rasa takut mereka mampu dikalahkan oleh rasa penasaran terhadap apa yang biasa dilakukan Karim disini.

Sekilas terlihat 2 buah makam yang sederhana, sangat terawat, dan sungguh anehnya aroma sampah yang jaraknya hanya beberapa meter dari kami tidak tercium lagi dan tergantikan oleh aroma bunga melati yang harum sekali. Perhatian kami tiba-tiba terfokus pada secarik kertas yang terletak di tengah makam tersebut.
Alisa dan Aczhapun membacanya :

Bundaku & Ayahandaku
Sungguh Anugerah terindah melihat engkau hadir ditengah-tengah kami
Melindungi, menyayangi, dan berbagai canda tawa
Sosokmu kini kami rindukan
Tak lama lagi anakmu ini akan diwisuda
Sungguh sebuah momen yang membanggakan orang tua
Ingin rasanya membanggakan kalian,
Ketika namaku disebut kalian berdiri dan menerima sujudku di kaki kalian berdua
Sebagai bukti terima kasihku akan jasa kalian.
Tapi itu hanyalah khayalan anakmu yang fana ini.
Kepergian kalian adalah sebuah pembelajaran bagi saya untuk lebih berbakti
Menyayangi adik-adikku dan mengayomi sebagai orang tua mereka.
Wahai bunda dan ayahandaku, ingin rasanya bertemu kalian, kangen rasanya belaian kalian
Kasih sayang kalian.
Maka izinkanlah anakmu ini berbaring ditengah pelukan makan bunda dan ayah.
Dari anakmu Karim.

Tak terasa meneteslah air mata Alisa dan Aczha membaca tulisan tersebut, tak berfikir lama mereka kemudian mendo’akan makan Ibu dan ayah Karim yang selama ini tidak pernah mereka ketahui kalau beliau telah wafat. Tak lama kemudian bergegaslah mereka berdua menuju rumah Karim sesuai petunjuk Aczha.

Sesampai disana. Mereka bertemu dengan 3 anak kecil yang masih berusia 5 tahun, 7 tahun, dan 9 tahun sedang duduk di teras mereka. Maka Aczha pun bertanya “Ada Karim dek ?”..adik yang tua berbicara “belum pulang kak dari dua hari yang lalu, kakak tau dia kemana ?” Tanyanya dengan polos.
Tak lama kemudian keluarlah tantenya dengan menangis sejadin-jadinya, sambil memeluk Alisa…
Alisa    : Kenapaki tante ?
Tante   : Karim dek,,,karim,,, (sambil menangis terisak-isak)
Aczha  : oh iiyye,,dimanaki karim tante ? sudah 2 hari ini saya tidak lihat, dan tadipun acara wisudanya dia tidak hadir…padahal dia Mahasiswa Terbaik..
Tante   : dia sudah wafat 2 hari yang lalu dek (menangis sejadi-jadinya)
(Alisa tersungkur dan terjatuh, Aczha pun tak tahan dan mulai meneteskan air mata)..
Alisa    : Innalillahi wa innailahi Radjiun. (berusaha mengucapkan dengan hati yang amat sakit)
Aczha  : kenapa tidak ada beritanya ke kami, kenapa kami tidak diberitahu ? kenapa kami tidak ditanya ? (Aczha mulai emosi tidak menerima kenyataan bahwa sahabatnya telah tiada)
Tante   : dia ingin merahasiakan kematiannya, karena menitip pesan ke tante
1. Kematian itu yang tahu hanya Allah SWT, jangan beritahu kepada siapapun jika kelak Allah ingin bertemu saya.
2. Dunia ini hanya sementara, Akhiratlah yang kekal.
3. Aku kangen sama bunda dan ayah
4. jaga adik-adiku yang masih kecil, Insya Allah kakaknya akan berjumpa mereka kelak di surga

Tetapi adik-adiknya masih kecil dan tidak tahu apa-apa , maka mereka sudah dua hari ini terus menunggui kedatangan kakaknya yang setiap sore membelikan mereka bungkusan nasi lalu mereka santap 1 bungkus itu dengan lahap dengan Karim dan adik-adiknya. Yah itulah kebiasaan Karim tiap hari setelah merawat Pak Sapa, orang tua yang sudah dia anggap kakeknya, kemudian dia pergi mengajar di gubuk panti para anak pemulung memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, dia terkadang diberi upah oleh para pemulung sebagai ucapan terima kasih karena telah mengajar anaknya, walaupun Karim sangat tidak mau mengambilnya tapi para orang tua itu memaksa, walhasil dari uang itulah kurang lebih 4 tahun sejak sepeninggal orang tuanya dia tabung untuk biaya pengobatan Pak Sapa, biaya kuliah dan kehidupan sehari-harinya, Lillahi Ta’ala tujuan Karim itu hanya ingin agar generasi para pemulung mereka kelak bisa sukses, setelah itu lalu berziarah di makam orang tuanya dan pulang kerumah makan bersama adik-adiknya yang senantiasa menunggu di teras rumah.

Tertusuk hatinya Aczha dan Alisa melihat sahabatnya yang misterius telah tiada dan sangat menginspirasi itu, dan terlebih bagi Aczha yang telah di do’akan oleh kakek yang lumpuh dan tunanetra itu karena namanya telah dipakai berbuat dalam kebaikan oleh sahabatnya Karim.

“Secara tidak langsung sahabatku telah mendo’akan saya “.ucapnya lirih dalam hati.
Setelah mampu mengendalikan tangis dan haru Alisa dan Aczha pun bergegas menanyakan, di mana karim di makamkan. Maka tantenya menjawab “Karim menitip pesan, ketika kalian terbangun sayangilah orang tua kalian, buat mereka bangga, jangan sakiti dia, karena sesungguhnya kasih sayang Allah adalah kasih sayang orang Tua”.



Seketika itupun saya terbangun dari tidur saya dan menangis sejadi-jadinya minta maaf kepada Allah, dan segera mencari orang tua saya dan memeluk minta maaf kepada mereka. Yaa Allah yaa Rabb ternyata hanya MIMPI…saya pun segera memeluk kedua orang tua saya. Dan merekapun bangga dengan menatap saya dan mengatakan “Alhamdulillah akhirnya hari ini anakku diwisuda juga”…^_^ 

Rabu, 10 April 2013

Bersyukur Atas Nikmat Allah SWT



“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat

menentukan jumlahnya.


Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
(Al-Quran Al-Karim Surah An-Nahl  ayat 18)



Wahai saudaraku, kita tidak akan
mampu menghitung nikmat Allah. Mengapa
tidak bisa? Karena terlalu BESARNYA.... Segala puji bagi Allah, belum sempat
bibir kita mengucap syukur kepada Allah ketika nikmat itu datang, maka datang
lagi nikmat Allah yang lainnya. Betapa besarnya nikmat Allah.



BEBERAPA NIKMAT ALLAH :
[1] Diberikan anggota tubuh yang lengkap. Sebagian besar orang baru
menyadari kenikmatan ini setelah dikurangi oleh Allah. Nikmat anggota badan
ini, akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
[2] Diberikan kesehatan. Nikmat ini tidak bisa dinilai dengan uang. Jika
kita sakit, berlembar-lembar uang kita keluarkan. Dua kenikmatan yang
kebanyakan manusia lupa : sehat dan waktu luang.
[3] Nikmat harta. Orang yang bersyukur kepada Allah akan menggunakan harta
sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
[4] Nikmat Keamanan. Orang yang tidak mencampurkan keimanan dan kedholiman
maka baginya ‘keamanan’. Dengan
nikmat keamanan ini, kita bisa beribadah ataupun menuntut ilmu dengan perasaan
tenang.
[5] Hidayah beragama Islam dan nikmat iman. SUBHAANALLAH !!, ini adalah nikmat
yang paling besar. Mengapa demikian? Karena dengan nikmat ini kita bisa
membedakan kejahatan dan kebaikan, mana yang diperbolehkan oleh agama atau 
manakah
yang tidak diperbolehkkan.



Namun, kebanyakan manusia itu dholim. Sedikit sekali manusia yang
bersyukur, mereka mengkufuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.



Katakanlah: ”Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran,
penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.
(Al-Quran Al-Karim Surah Al-Mulk [67]: ayat 23)



Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan perasaan bersyukur kepada Allah sehingga
mengantarkan kita untuk bersyukur kepada-Nya.



CARA MENUMBUHKAN PERASAAN SYUKUR :
[1] Merenung (bukan membayangkan).
[2] Lihatlah yang memberi nikmat, bukan besar kecilnya nikmat. Jika engkau
mendapatkan nikmat dari Allah, jangan lihat besar kecilnya nikmat, tapi
lihatlah yang memberi nikmat (Rabbul ’alamin).
[3] Lihatlah yang berada di bawah kita (kaitannya dengan nikmat)
[4] Ingatlah keutamaan syukur. Orang beriman yakin, jikalau bersyukur
kepada Allah, maka akan mendapatkan keutamaan.
[5] Sadarilah bahwa yang mampu memberikan hidayah untuk bersyukur hanyalah
Allah semata.



CARA MENSYUKURI NIKMAT ALLAH :
[1] Hatinya tunduk, dan meyakini bahwa kenikmatan itu pemberian Allah. Hati
itu untuk ma’rifah (mengenal Allah) dan mahabbah (mencintai
Allah). Tanamkan dalam hati bahwa nikmat itu dari Allah semata.
[2] Lisannya memuji Allah. Jika diberi nikmat, maka hakikatnya itu adalah
nikmat dari Allah, maka pujilah Allah. Ucapkan pula, jazakumulloh khoiron 
kepada orang yang
telah memberikan bantuan dan perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah. Hasan
al-Bashriy berujar, ”Perbanyaklah menyebut nikmat-nikmat Allah. Sesungguhnya
itu adalah kesyukuran.”
[3] Anggota tubuhnya melaksanakan ketaatan kepada Allah. Dalam hal ini anggota 
badan dijadikan
sebagai sarana untuk taat kepada Allah dan mencegah dari maksiat kepada-Nya.



Ketika Abu Hazim ditanya mengenai bentuk syukurnya anggota-anggota badan,
maka ia memberikan jawaban-jawaban. Syukurnya dua mata itu, jika melihat
kebaikan, sebarkanlah, dan jika melihat keburukan, tutupilah! Syukurnya dua
telinga itu, jika mendengar kebaikan peliharalah, dan jika mendengar keburukan
cegahlah! Syukurnya dua tangan, janganlah tangan itu digunakan untuk mengambil
barang yang bukan haknya, juga penuhilah hak Allah yang ada pada keduanya! 
Syukurnya
perut, hendaknya makanan ada di bagian bawah, sedangkan yang atas dipenuhi
dengan ilmu. Syukurnya kemaluan, terdapat dalam firman Allah,



Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.
(Al-Quran Al-Karim Surah Al-Mu’minun [23]: ayat 5-7)



Syukurnya
dua kaki, jika kamu melihat seseorang yang shalih meninggal, kamu bersegera
meneladani amalannya; dan jika mayit orang yang tidak baik, kamu bersegera
untuk menjauhkan diri dari amal-amal yang dia kerjakan, kamu bersyukur kepada
Allah! Sesungguhnya
orang yang bersyukur dengan lisannya itu seperti orang yang memiliki pakaian
tetapi ia hanya memegang ujungnya, tidak memakainya. Maka ia pun tidak 
terlindungi dari
panas, dingin, salju, dan hujan.

Selasa, 26 Maret 2013

kejujuran seorang pemuda yang sholeh


pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang sholeh dan memiliki sifat wara (yang memiliki sifat hati-hati) dalam tingkah laku dan perbuatanya.serta jujur dalam tutur katanya.pada suatu hari pemuda ini sedang berjalan  di pinggir sungai,ketika hendak beristirahat dan ingin membasuh mukanya dari air sungai itu,karena nampak air sungai itu yang jernih dan menyegarkan.ketika pemuda ini membasuh kedua tangannya dan mukanya.tiba-tiba ada sebuah apel yang datang menghampirinya.dan pemuda itu mengambil dan memakannya.ketika dia memakan buah apel itu ,pemuda ini baru menyadari bahwa buah apel ini ada pemiliknya.


kemudian pemuda ini pun pergi menyusuri aliran sungai ini untuk mencari sumber dimana buah apel ini berasal.dan akhirnya pemuda ini pun menemukan ada kebun apel yang salah satu pohon yang ranting-rantingnya menjulur ke sungai.dan pemuda ini hendak mencari pemilik kebun ini untuk meminta keikhlasannya dan keridoannya salah satu buah yang dia makan tersebut.

ketika pemuda ini bertemu dengan pemilik kebun apel yang menurut keterangan dia adalah seorang ulama besar.pemuda ini menceritakan kronologisnya yang membawa dia datang menemui pemilik kebun apel tersebut.mendengar cerita dan kejujuran serta sifat waranya,pemilik kebun apel ini merasa kagum dan simpatik atas pengakuan dan kejujuranya.pemilik kebun apel ini pun hendak menguji kejujuran dan ketulusannya.akhirnya si pemilik kebun pun mengajukan syarat kepada pemuda tersebut bahwa jika kamu ingin aku mengikhlaskannya atas apa yang telah kamu makan maka kamu harus menebusnya dengan bekerja beberapa hari di kebunku ini,jawab si pemilik kebun tersebut.

dengan syarat tersebut si pemuda pun tidak merasa keberatan jika memang itu bisa menebus sebuah apel yang telah di makannya.dan hari pun berlalu sesuai dengan kesepakatan antara si pemuda yang jujur dan si pemilik kebun apel tersebut.dan dengan bijak dan waranya si pemuda sholeh ini pun mengajukan pertanyaan "wahai tuan sudah cukupkan waktu yang telah aku lalu di tempat ini?"

si pemilik kebun apel ini memang sangat menyukai kejujuran dan sifat waranya dari pemuda ini,dan berniat ingin menikahkannya dengan putrinya,lalu diapun mengajukan pertanyaan kepada pemuda tersebut,bila kamu ingin aku menghalalkan apa yang kamu makan,maka maukah kamu menikahi putriku,dan menjelaskan ciri-cirinya,sebagai berikut dia tidak memiliki kedua mata,tidak memiliki 2 telinga,tidak berbicara,tidak memiliki 2 tangan ,dan tidak memiliki 2 kaki.

untuk sementara waktu si pemuda tersebut terdiam,dan menjawab apakah aku layak untuk dia karena aku aku adalah orang yang tidak memiliki apa-apa,dan pemilik kebun pun tersenyum dan menjawab,kamu layak untuk putri ku karena kejujuran dan sifat wara yang kamu miliki,dan putriku pun layak untuk kamu,karena dia tidak memiliki ke 2 mata yang di pake untuk melihat hal-hal yang di larang oleh alloh,tidak memiliki 2 telinga untuk mendengarkan hal-hal yang sia-sia dan dilarang oleh agama,tidak berbicara karena nafsu (mengunjing,mencemoohkan orang lain,menyakiti orang lain dengan lisannya) tidak memiliki 2 tangan yang pake untuk maksiat kepada alloh,dan tidak memiliki 2 kaki yang di gunakan untuk melangkah di jalan yang di larang oleh alloh.

akhirnya mereka pun menikah dan melahirkan anak yang soleh.dan anaknya menjadi seorang ulama besar dan menjadi seorang wali agung